Setiap kali mendengar
berita tentang kehamilan seseorang, tiap kali itu pula hati ini berdesir
kencang. Air mata hampir selalu
sukses berlinang. Apalagi kali ini bertubi-tubi. Kakak saya nomor dua baru saja
dinyatakan hamil anak ketiga. Sepupu
kandung dari pihak mama baru melahirkan 4 bulanan yang lalu eh sudah hamil
lagi. Dan dua berita kehamilan terbaru,
yang satu masih saudara dekat notabene baru menikah November tahun lalu baru
saja dinyatakan positif hamil, dan yang satu lagi juga masih sepupu saya, baru
menikah banget bulan Maret lalu eng eing eng…sudah hamil juga. *sigh!
Tentu saya bahagia
mendengar berita bahagia, tapi sebagai manusia biasa saya juga kadang tak mampu
menahan rasa sedih dan ‘cemburu’ pada keindahan yang dinantikan perempuan
manapun yang telah menikah. Sedih
dan cemburu karena di usia pernikahan saya yang menginjak ke 4 tahun, belum
juga dikaruniai kehamilan.
“Wuah enak banget ya, si
A baru nikah sudah hamil”,
“Mudahnya rizkinya si B,
baru melahirkan sudah hamil lagi’,
Dan kalimat-kalimat
‘cemburu’ lainnya.
Saya ‘boleh’ saja
cemburu, tapi saya tak mau terlena.
Meneruskan rasa cemburu, lama-lama bisa menimbulkan pertanyaan, “Ya
Allah, kok saya susah banget sih? Kok ujian saya dalam bentuk susah hamil? Kok
orang lain enak dan mudah banget?”.
Ujung-ujungnya saya malah seakan menyudutkan Allah,
menyalahkan-Nya. ASTAGFIRULLAH! Saya
nggak mau suudzon sama yang MAHA KUASA, PENENTU segala sesuatu, bukankah ALLAH
yang Maha Tahu apa yang terbaik bagi hamba-Nya. (Ini kemudian menjadi pegangan
saya ketika saya galau sugalau :D.
Insya Allah…saya selalu
mencoba mengontrol perasaan ini, toh belumnya saya dan suami dikaruniai anak
bukanlah suatu dosa, toh kami tidak sengaja menunda, lalu mengapa harus terpuruk
dalam kesedihan? Mungkin menurut ALLAH
kami belum masanya menikmati rizqi dari sosok anak, masih disuruh menikmati
rizqi dalam bentuk lain. Rizki kan
memang tak melulu dalam bentuk hamil dan anak. Alhamdulillah kami masih terus
dikaruniai rizki-rizki lainnya yang sudah pasti harus disyukuri.
Saya dan suami
sepenuhnya menyadari bahwa soal kehamilan & anak adalah AMANAH dari yang
Maha kuasa, ALLAH SUBHANALAAHU WATA’ALA. Maka sembari menunggu kapan masa itu datang, kami
jadikan masa-masa penantian yang sebentar ataupun lama sekalipun, sebagai masa
persiapan menerima amanah itu suatu saat nanti.
Alhamdulillah, saya
memiliki SUAMI dan KELUARGA yang SUPER.
Mereka selalu mendukung dalam keadaan apapun, sehingga saya tak merasa
sendiri. Mereka semua selalu
menguatkan hati saya. Ketika air
mata menitik, suami selalu menyeka penuh kelembumbatan. Saat galau mendarat, mama dan papa
selalu memeluk mesra. Bila hati
bertaut pilu saudara-saudara saya selalu menyeka air mata ini. Dukungan melalui kata-kata nan lembut,
sentuhan nan hangat, perhatian yang penuh, membuat saya tak merasakan
kekurangan nikmat-Nya. Lalu…kenapa
harus berduka berlama-lama?
Satu hal lagi yang
paling menguatkan saya adalah kesadaran saya atas Sang Maha Kuasa. Ya, saya
harus tetap istiqomah pada sikap chusnudzon
dan rasa bersyukur. Berbaik sangka
bahwa Allah punya tujuan baik di segala takdir-Nya dan tetap penuh syukur atas
segala kehendak-Nya, apapun bentuknya.
Kami hanya bisa ikhlas dan berharap siapa tahu dengan semakin ikhlas,
doa-doa kami akan kehadiran anak diijabah suatu saat nanti, Aamiin.
Sekarang, mari tetap
BERSYUKUR dengan apa yang telah dan sedang diberi-Nya. Perkara yang belum dikirimnya, sabar
saja, insya Allah someday atau something better, itu janji-Nya. Insya Allah! *smile
No comments:
Post a Comment