Thursday, February 19, 2015

Belajar Memasak

Bismillah.

Setelah sekian lama tinggal bersama orang tua, akhirnya kami memutuskan untuk menempati rumah pribadi kami sendiri.  Apalagi suami sudah pindah tugas ke jakarta setelah sebelumnya berdomisili di Batam.

Jika selama tinggal bersama orang tua urusan dapur sudah ada yang bisa diandalkan yaitu mama dan asisten rumah tangga mama "Mba Iyet", maka dengan tinggal sendiri meski ada asisten juga yang notabene baru sudah barang tentu saya harus terjun sendiri, mau tidak mau.  Untungnya saya masih punya interest masak-memasak meski masih amatir sekali, jadi bukan masalah besar. Masalahnya hanya soal mau meng-eksplor atau tidak.

Maka mulailah hari-hari saya melibatkan diri di dapur.  Dan...ternyata saya semakin menikmati hari demi hari.  Meski bukan pecinta dapur tulen, mungkin karena memasak untuk cinta dan karena cinta maka saya pun menjalaninya dengan menyenangkan. Bukan masak yang sulit-sulit, toh saya juga masih amatir banget.  Alhasil hanya berkisar tumis menumis, bermodalkan bumbu dasar bawang merah, putih dan cabe.

Tadaaaa...jadilah masakan-masakan minimalis ala Ummu Aqeela.











Wednesday, September 3, 2014

Menghitung minggu melahirkan

Saat saya menulis kali ini, kehamilan saya sudah masuk 32 menuju 33 minggu.  Jika dihubungkan dengan total hitungan minggu kelahiran ideal, 40 minggu, berarti saya akan melahirkan (jika secara normal, Aamiin) kurang lebih 7 minggu.

Diagnosis terakhir dokter secara umum insyaa Allah saya bisa melahirkan normal, tinggal kehendak Allah Subhanallahu wata'ala saja pada akhirnya yang menentukan.  Saya dan suami harus pasrah pada takdirnya kelak.  Apapun itu pasti terbaik dari-Nya.

Rasanya?  Campur-campur!  Senang, nggak sabaran sekaligus rada tegang alias deg-deg-an.  Apalagi ini akan menjadi kelahiran pertama, belum ada pengalaman sama sekali.  Hanya bermodal cerita orang-orang terdekat dan pengalaman orang-orang melahirkan yang saya dapatkan di internet.  Selebihnya...pasrah.

Cerita kehamilan hingga minggu ini, dahsyat!  Nafsu makan hilang timbul.  Kadang nafsu makan baik, bisa makan dengan enaknya.  Tapi lebih sering susah, jadi makan lebih pada kondisi kebutuhan, bahwa saya harus makan kalau mau kondisi kehamilannya sehat dan baik.

Aktifitas, sama seperti dari awal hamil, 70% saya habiskan hanya dirumah, apalagi tinggal beda kota sama suami yang hanya kembali ke Jakarta 2 atau 3 minggu sekali.  Setidaknya bisa menjadi ajang saya tidak terlalu kelelahan selama kehamilan berlangsung karena tidak ada aktifitas rutin.

Selebihnya, saya coba memperkaya diri dengan pengetahuan mempersiapkan diri menjadi ibu, walaupun kadang blank aja gitu, karena semua yangdibaca kan teori.  Biasanya praktek tak semudah teori.  Minimal ada lah ilmunya.

Paling unik adalah melihat perubahan perut yang semakin membesar dan penuh banget rasanya.  Apalagi pergerakan si baby di dalam rahim yang benar-benar membuat saya amazing.  Perut bisa bergerak-gerak menandakan ada kehidupan didalamnya.  Apalagi kalau sudah ada hentakan, entah karena dia menendang atau menyikut ibunya.  Gelombang perut terlihat jelas, dan apstinya ada ngilu-ngilu kecil.  Ah lucunya kamu Nak!  Jadi makin tidak sabar.

Semoga saja, proses melahirkan kelak dimudahkan dan dilancarkan Allah.  Melahirkan anak yang sehat fisikd an mental.  Begitu juga dengan ibunya diberikan kesehatan hingga bisa memberikan yang terbaik bagi si baby kelak.  Aamiin yaa Robb.

Wassalam
JeungRirie

Wednesday, August 13, 2014

Hamil ditinggal si Mbak Mudik

Beberapa hari sebelum lebaran tiba, di saat asisten rumah tangga masih ada saja saya sudah mulai stres minimalis.  Perut sering banget tegang, mungkin karena efek mikirin berlebihan.  Membayangkan apa jadinya nanti jika kami ditinggal si Mbak pulang kampung selama lebaran.

Sebenarnya momen bedinde pulang kampung selama lebaran adalah hal biasa, kami pun terbiasa jika mbak di rumah si mama pulang lebaran bisa sampai 1 bulan lamanya.  Tapi...itu jika dalam kondisi saya yang "normal".  Masalahnya tahun ini saya dalam keadaan HAMIL.  Sementara penghuni rumah hanya papa, mama, adik dan saya.  Suami saya hanya pulang dari batam (tempat dinasnya) 2 minggu atau 3 minggu satu kali.  Kalau biasanya saat si Mbak pulkam, saya yang menjadi perpanjangan tangannya untuk membersihkan rumah dan membantu mama secara penuh, kalau lagi hamil begini, bagaimana ceritanya?

Itu terus yang menjadi pikiran saya beberapa hari menjelang kepulangannya.  Saya merasa kok saya stress cuma mikirin begini doang sampai memang agak susah makan (saya tidak puasa selama Ramadhan karena kondisi hamil ini).  Usaha mencari infant pun tak berhasil.  DANG!

Akhirnya hari yang ditakutkan tiba, si Mbak pulang kampung 5 hari sebelum lebaran, dan perjuangan pun dimulai.  Semua orang-orang yang mengenal saya terutama keluarga sudah wanti-wanti mengingatkan jangan sampai capek mengerjakan pekerjaan rumah, apalagi tidak ada pembantu begini mengingat saya sedang hamil.  Maklum saja kekhawatiran mereka semua terutama suami saya tercinta (ciyyyeee) akan kesehatan saya sehubungan dengan kondisi kehamilan yang special karena dinanti lama (6 tahun pernikahan baru dikaruniai kehamilan) itu pun harus melalui program bantuan (Inseminasi).  Mereka semua khawatir, kalau tidak dijaga dengan khusus bisa berakibat kurang baik pada kondisi kehamilan saya.  Kalau bahasa kakak saya, manjakan diri sendiri saja, jangan ngapa-ngapain demi si baby.

Saya?  Tentu saja saya memikirkan hal tersebut, tentu saja saya khawatir dan takut.  Makannya sampai kepikirian.  Tapi...mau bagaimana?  Tidak ada pembantu di rumah mama, tidak mungkin kan saya berleha-leha bak putri Raja.  Membiarkan mama mengerjakan semuanya sendiri saja hati ini rasanya sembilu, mana lah tega.  Jika sedang ada suami datang ke Jakarta sih kebantu banget dia bisa mengerjakan hal-hal menyangkut kebersihan rumah luar dan dalam.  Tapi begitu dia kembali ke daerah tugasnya, kembali lah awan hitam.

Saya hanya berdoa sama Allah Ta'ala minta diberikan kekuatan dan kemudahakan dalam membantu mama selama mengerjakan pekerjaan rumah tangga.  Bismillah saja, insyaa Allah bisa, sesuai kesanggupan saya saja dan sesuai kemampuan ibu hamil pada umumnya.  Apalagi saya baru memasuki usia kandungan 7 bulan, katanya masuk pada usia rawan.  Jadi disarankan menghindari aktifitas yang bisa membuat stres dan lelah berlebihan.  Solusinya saya lakukan saja hal-hal yang tidak terlalu berat dan tidak mengganggu kemampuan fisik berlebihan.  Mencuci piring, menempatkannya kembali dari rak piring cuci ke tempat penyimpanan (melihat ini saja kakak saya sudah protes, kasihan beban kerja ibu ke janinn katanya,s aya cuma nyengir), menyapu rumah (itu pun hanya lantai bawah), menyetrika (ini juga tidak tiap hari).  Urusan dapur paling saya bantu kupas bawang atau aduk-aduk masakan di wajan hehehehe...

Ternyata hal remeh temeh itu saja melelahkan lho bagi ibu hamil.  Alhasil, sebentar-sebentar saya masuk kamar, meluruskan badan, selonjoran kaki walau ujung-ujungnya ketiduran.  Maklum lah namanya juga ibu hamil, mudah sekali pelor alias nempel langsung molor.  Xixixixixi....Setidaknya membantu membuat tubuh fresh lagi.  Syukur, Alhamdulillah, kondisi kehamilan saya tidak terlalu terganggu.

Sekarang tinggal berharap si Mbak kembali sesuai janjinya, libur hanya satu bulan, Aamiin.  Cepat kembali ya Mbak!

Wassalam
JeungRirie


Sensitifnya Ibu Hamil

Wanita hamil itu senitifitasnya tinggi!
Sangking tingginya, apa-apa dipikirin, apa-apa di masukkan ke dalam hati.  Katanya sih itu pengaruh hormon ibu hamil.

Begitu pun saya, rasanya selama hamil menjadi makin sensitif, melow mudah banget enyuh terenyuh, mudah sekali merasa sedih.  Paling standard tuh kalau di cemberutin orang yang dikenal, bisa terus kepikiran seharian, bahkan sampai kebawa mimpi.  Mikirin, kenapa begini mengapa begitu.  Padahal belum tentu saya yang dituju orang lain itu.  Hehehe...namanya juga miss sensi on pregnancy.

Kalau sensi lagi melanda, buru-buru deh menyendiri (bukan apa-apa, biasanya berakhir dengan air mata), banyakin istigfar, 'ngadu ke Allah sambil sesenggukan.  Lebay sih...tapi it works banget.  Daripada menumpahkan kekesalan ke media yang nggak tentu sementara masalah kekesalan atau kesensitifian nggak jelas kadang hanya karena efek hormon ibu hamil doang.

Wassalam
JeungRirie


Monday, August 11, 2014

Ibu Rumah Tangga dan Ibu Bekerja

Saya tergelitik menuliskan ini karena tulisan seorang teman di statusnya di facebook.  Kurang lebih isinya begini :

"Sudah nggak zaman istri cuma membabu di rumah, meski ibu rumah tangga harus bisa cari uang sendiri, yuk gabung bersama saya di MLM ********".  Saya sensor MLM sebab bukan perihal MLM-nya yang jadi fokus saya.

Perhatian saya adalah perihal MEMBABU.  Apakah sehina itu tugas seorang ibu rumah tangga murni dimata orang-orang zaman sekarang?  Bukankah menjadi ibu rumah tangga murni itu tugas yang tidak mudah.  Ingat!  Dalam Islam tidak ada kewajiban istri mencari nafkah dan jangan samakan posisi mereka seakan sama dengan pembantu rumah tangga.

Saya juga tidak mendiskreditkan asisten rumah tangga alias pembantu, tapi JELAS profesi IBU RUMAH TANGGA TULEN dengan ASISTEN RUMAH TANGGA adalah dua hal yang berbeda.  Ibu rumah tangga murni itu tugas mulia setiap wanita menikah yang tidak akan bisa terbayar dengan nilai berapapun selain mengharap pahala dari Allah ta'ala.  Kalau asisten RT jelas mereka digaji untuk menjadi pembantu rumah tangga, tidak digaji ya mana mau mereka mengurus rumah kita apalagi anak-anak kita.

Lalu, bukan berarti kemudian seorang istri atau ibu yang tidak bekerja, murni menjalankan tugasnya sebagai ibu rumah tangga yang mengurus suami, anak-anak dan rumah tangga kemudian sama saja dengan membabu!  Sekali lagi, ibu rumah tangga murni itu tugas bahkan perintah dari Allah untuk memuliakan seorang wanita, bukan tugas yang mudah, tak terbayarkan!  Jadi...PLEASE!  Meski pekerjaan mereka keseluruhan mengurusi rumah tangga jangan lantas disamakan dengan babu!

Tapi...yang ibu rumah tangga murni juga jangan lantas menghina dina ibu rumah tangga yang juga bekerja.  Saya meyakini, setiap wanita pasti inginnya mengurus rumah tangga secara total, mendidik anak-anak dan tinggal menikmati hidup.  Soal keuangan biarlah itu urusan suami.  Tapi..tidak semua istri dan seorang ibu beruntung bisa bergantung hidup dari pendapat suami semata.  Justru hidup yang serba mahal ini lah kadang menuntut ibu juga mau tidak mau turut terjun mengepulkan dapur.  Atau demi mewujudkan kehidupan ekonomi keluarga lebih baik terutama terkait pendidikan anak.  

Memang dalam Islam tidak ada kewajiban wanita bekerja bahkan dengan kondisi zaman yang kacau di dunia perkantoran, ikhtilat antara perempuan dan laki-laki yang sulit dibendung, Ulama menyarankan wanita tidak bekerja kantoran.    Namun...sekali lagi coba mengertilah keadaan rumah tangga orang lain yang tidak seindah cinderella menikahi pangeran kaya raya.  Soal perempuan bekerja demi obsesi diri berkarir, itu soal lain, saya tidak mau bahas disini.

Jadi...jangan remehkan ibu rumah tangga murni dan juga hargai ibu yang harus bekerja.
Sekali lagi, pastilah namanya manusia ingin yang enak, bisa mengurus rumah tangga secara total, sisa waktu bisa digunakan untuk menambah wawasan/berilmu, bersosialisasi dengan teman-teman, beraktifitas sosial, dsbnya.  Uang?  Tinggal menungggu kucuran uang yang cukup, syukur-syukur berlebih dari kerja keras suami.
Setuju?

Wassalam
Jeungririe

Fenomenal Jilboobs

Astagfirullah!
Begitu kata terucap pertama kalinya saat saya membaca artikel yang sedang banyak dibicarakan terutama di media sosial, perihal "JILBOOBS".

Buat yang belum tau, Jilboobs itu (khonon) gabungan dari Jil=Jilbab dan Boobs=dada.  Secara keseluruhan artinya adalah wanita menggunakan kerudung namun dengan pakaian ketat hingga siluet dadanya terlihat jelas.

Kembali pada ekspresi istigfar saya di atas, bagaimana saya tidak terkejut sebab dalam artikel yang saya baca tersebut menampilkan contoh foto-foto wanita ber-jilboobs tersebut.  Buat saya itu sama saja melecehkan perempuan, muslimah khususnya.  Judulnya menutup aurat tapi kok terkesan fulgar.

Para muslimah yang sudah menutup aurat secara syar'i langsung "teriak", nah itu bukan jilbab bukan menutup aurat secara syar'i atau tidak sesuai syariat Islam.  Ada juga yang kelompok yang menjadikan fenomena ini pembelaan diri, "mendingan gue belum pake' kerudung tapi nggak se-seksi itu".  Sementara yang tergolong kelompok tersindir alias berkerudung tapi baju masih ketat merekenteteng membela diri, "Semua kan butuh proses, sudah bagus saya pake' jilbab daripada tidak sama sekali!'.

Saya, secara pribadi SETUJU, menutup aurat harus lah sesuai yang disyariatkan Islam, tidak ketat (longgar), tidak tipis (menerawang), kerudung panjang minimal menutup dada, tidak berlebihan (tabarruj) dan beberapa syarat lainnya.  Meski saya sendiri masih jauh dari kesempurnaan muslimah secara kaffah (read; keseluruhan) which is saya sendiri juga berproses waktu demi waktu untuk sampai pada tahap hingga seperti saat ini.

So...sehubungan dengan fenomena jilboobs ini kesimpulan saya dan saran saya untuk kita para muslimah :

- Terima lah penilaian orang soal jilboobs ini dengan hati yang legowo, jadikan hal ini sebagai teguran, kritikan guna kita memperbaiki diri lebih baik lagi bahkan lebih menuju ke sisi yang lebih benar.  Karena pada kenyataannya memang masih banyak para muslimah yang sudah berusaha menutup aurat tapi melupakan beberapa sisi, sudah berkerudung tapi pakaian masih ketat, dsb-nya.

- Meski kenyataannya memang ada muslimah-muslimah berkerudung tapi berpenampilan seksi, berfikiriran positiflah, siapa tahu memang "mereka" tidak atau belum tahu bagaimana berpenampilan sesuai syariat Islam.  Artinya, kewajiban kita menginformasikannya tapi dengan cara yang baik dan santun.  Melalui media sosial ini salah satu caranya, bisa dengan rutin share artikel perihal hijab yang syar'i.

- Kritikan jilboobs ini secara materi ada benarnya, tapi jangan lantas kita ikut menyebarkan tanpa menyaringnya terlebih dahulu.  Artikel yang saya pernah baca, artikel jilboobs tersebut (saya lupa blog siapa) menampilkan contoh Jilboobs dengan fulgarnya which is sama saja menyebarkan aib sesama saudara muslim.  Sebab kita menyebarkan aurat juga lho itu, apalagi kalau ada foto yang wajahnya tidak diburamkan.  Kasihan kan kalau dia saudara, sahabat atau keluarga kita sendiri, atau jangan-jangan foto kita sendiri.  Na'udzubuillahi minzalik!

- Hargai proses perubahan saudara-saudara muslimah kita yang tidak bisa serta merta langsung secara sempurna.  Saya yakin setiap orang butuh waktu dan proses.  Ada yang prosesnya cepat ada yang butuh waktu lamaaaa.  Ingat!  Tidak ada paksaan dalam beragama dalam Islam.  Tugas kita adalah syiar dan doa, soal hidayah biar-lah itu menjadi hak Allah azza wajalla.

Kesimpulannya, teruslah membuka diri terhadap perihal yang BENAR apakah sudah sesuai yang disyariatkan dalam Islam.  Tidak bisa menjalankan perintah secara sempurna SEKARANG, teruslah berdoa meminta pada Allah agar hati kita dibukakan secepatnya agar ada peningkatan dalam setiap kata yang disebut PROSES.  Meskipun saudara kita belum bisa berubah, tetaplah saling menghargai dan mencintai karena Allah Ta'ala.  Tetap saling santun bertutur sapa, tetap menjaga ukhuwah persaudaraan.  Indah bukan?  Wallahu'alam.

Wassalam
JeungRirie

Friday, July 18, 2014

Status-status kita di media sosial

Jujur!  Saya "gatal" untuk kembali menuliskan perihal topik satu ini, meski sepertinya dulu saya pernah menuliskannya dalam blog ini.  Ini soal STATUS di berbagai media sosial.

Saya coba ber-chusnudzon, mungkin kebanyakan pengguna media sosial tidak begitu paham atau terlalu lugu hingga apa-apa djadikan status, apa pun aktifitas dilaporkan bak agenda atau bahasa kerennya planner.  ahkan terparah dijadikan ajang buku harian alias diary! *Gubrak!

Tipikal status bak agenda harian alias laporan alias pengumuman :
"Mau antar anak sekolah dulu yah!"
"Si papa mau makan, masak dulu yah!"
"Mau pergi pengajian nih di Pejompongan"
"Sudah sore, siap-siap mau mandi ah!'

Tipikal satus begini sih kalau cuma sesekali tidak terlalu mengganggu, tapi kalau apa-apa dilaporkan dan seriiiing, percaya lah yang jadi friend list kita juga terganggu.  Tidak ada aktifitas yang lebih penting untuk di bagikan?

Tipikal curhat/ngeluh :
"Rasanya sudah segala cara kukorbankan, tapi tetap saja salah!" (Siapa suruh berkorban? wkwkwk)
"Apa sih maunya? Nggak jelas!" (Lha situ mau nya apa?)
"Ban mobil kempes, huh harus ke bengkel deh!" (Laporan sama montir bukan sama facebook!)
"Oke cukup tau aja! Nggak mau lagi temenan sama kamu!" (Duh! Tipikal ABG banget nih!)
"Semua orang dirumah lagi ada kesibukan masing-masing, sendirian lagi deh dirumah!" (Oups! Kalau maling seneng nih bacanya, "asyik ada calon customer", kata si maling, hati-hati ya Bu!)
"Udah nggak asyik nih kantor!" (Awas nyampe' ke bos besar ni status!)
"Kerjaan nambah mulu, gaji nggak naik2, capek deh!" (Perusahaan juga capek kalau karyawannya begini aja di share ke umum)
"Seharusnya tidak begini! Sebagai istri aku juga capek!" (Nah lho! Abis berantem yah? Ketahuan semua orang deh!)
de es be, de es be.

Tipikal Riya alias pamer :
"Makasih ya papa, kado nya keren banget!" (Sambil memajang foto tas merk LV *GUBRAKKK! Sumpah status begini norak abis!)
"Mending Aigner atau Hermes yah?" (Yakin asli?  Nggak KW?xixixixi)
"Alhamdulillah!  Gaji sudah masuk nih, enak ya nggak pake' kerja kantoran tapi dapat gaji!" (Sambil majang nilai yang masuk ke rekening tabungan.  Begini biasanya tipikal jamaah MLM)
"Akhirnya khatam untuk bulan ini!" atau "Alhamdulillah sumbangan untuk anak yatim sudah ditransfer" (Duh! Biar berbau-bau agama tetap aja norak kalau harus di share kemana-mana begini)

Dan tipikal lainnya yang tidak jauh berbeda dari tiga tupikal diatas.
Lalu untuk apa dong media sosial kalau bukan untuk berbagi?
Saya bukan ahli medsos, tapi sebagai orang awam, saya bicara sebagai pengguna, yaitu status apa yang kiranya nyaman, pantas atau layak untuk dibagi. 

Jadi, kira-kira hal personal, penghasilan, kekayaan materi, aktifitas ibadah, keluhan, cibiran, dan sejenisnya pantas dibagi ke khalayak umum? Menurut saya, TIDAK! Tidak sama sekali pantas! Kerugian utama sebenarnya akan kembali pada kita si penulis status tersebut. Rasa malu karena hal pribadi kita diketahui banyak orang.

Kecuali memang hal-hal yang menyangkut hal yang memang harus dibagi meski sifatnya personal.  misal mengucapkan terimakasih atas ucapan ulang tahun.  Nggak mungkin juga kan membalas satu persatu setiap ucapan yang masuk ke media sosial kita.  Memajang status atau foto masakan, nah yang beginipamer posisif nih, biasanya bisa saling tukar resep atau bisa jadi memotivasi ibu-ibu nggan ke dapur jadi ikutan ke dapur deh hehehe...

Paling oke bin asyik tuh yang berbagi informasi dan ilmu. Misal :
- Info jalanan: "Macet parah di sepanjang tanah abang sampai kota casablanka, mending cari jalan lain!" (Mungkin ada hari SALE 90% sehari ini sih!). 
- info kuliner : lagi makan di resto CAEM, pelayannya emang caem-caem, pantas agak mahal!" (Asyik kan nambah daftar kuliner).
- Ilmu-ilmu agama : "Makanlah dengan tangan kanan sesuai sunnah Rasul.  Makan tangan kiri itu tergolong kelompok setan lho.  Hadistnya..bla...bla...bla" (Jangan salah, hal terkesan simpel kadang banyak yang belum tahu lho!)

Atau status untuk mencari tahu akan sesuatu (yang positif) :
- "Sudah masuk bulan ketujuh, saatnya baby shopping, ada info toko-toko perlengkapan bayi yang lengkap?" (Ini sih gaya calon ibu-ibu baru, biasanya langsung banyak yang komentar, positif kan?)
- "Pusing! Batuk nggak hilang-hilang, tapi nggak biasa minum obat, ada saran?" (Jangan komentar "derita lo!" yah? hehehe...namanya juga cari info, ada lho tipikal orang nggak bisa minum obat)
- Butuh gamis mom & kid, ada online shopping yang sedia? Inbox yah!" (Nah kalau butuh info begini mah ke SALIHA aja yah hehehe)

Jadi...yang di sebar positif yang baca juga jadi ketiban positif.  Coba kalau hal-hal nggak penting dan negatif saja, berbagai kok hal nggak penting dan hal tidak baik?  Capek deh!

Ini tulisan secara pribadi saya tujukan untuk diri sendiri dulu, sebagai peringatan jangan sampai saya seperti ini lagi (Hehehe..pernah lah pasti jadi bagian "nggak penting").  Dan semoga bisa bermanfaat bagi siapapun yang membacanya. Aamiin.

Wassalam
JeungRirie