Wednesday, August 13, 2014

Hamil ditinggal si Mbak Mudik

Beberapa hari sebelum lebaran tiba, di saat asisten rumah tangga masih ada saja saya sudah mulai stres minimalis.  Perut sering banget tegang, mungkin karena efek mikirin berlebihan.  Membayangkan apa jadinya nanti jika kami ditinggal si Mbak pulang kampung selama lebaran.

Sebenarnya momen bedinde pulang kampung selama lebaran adalah hal biasa, kami pun terbiasa jika mbak di rumah si mama pulang lebaran bisa sampai 1 bulan lamanya.  Tapi...itu jika dalam kondisi saya yang "normal".  Masalahnya tahun ini saya dalam keadaan HAMIL.  Sementara penghuni rumah hanya papa, mama, adik dan saya.  Suami saya hanya pulang dari batam (tempat dinasnya) 2 minggu atau 3 minggu satu kali.  Kalau biasanya saat si Mbak pulkam, saya yang menjadi perpanjangan tangannya untuk membersihkan rumah dan membantu mama secara penuh, kalau lagi hamil begini, bagaimana ceritanya?

Itu terus yang menjadi pikiran saya beberapa hari menjelang kepulangannya.  Saya merasa kok saya stress cuma mikirin begini doang sampai memang agak susah makan (saya tidak puasa selama Ramadhan karena kondisi hamil ini).  Usaha mencari infant pun tak berhasil.  DANG!

Akhirnya hari yang ditakutkan tiba, si Mbak pulang kampung 5 hari sebelum lebaran, dan perjuangan pun dimulai.  Semua orang-orang yang mengenal saya terutama keluarga sudah wanti-wanti mengingatkan jangan sampai capek mengerjakan pekerjaan rumah, apalagi tidak ada pembantu begini mengingat saya sedang hamil.  Maklum saja kekhawatiran mereka semua terutama suami saya tercinta (ciyyyeee) akan kesehatan saya sehubungan dengan kondisi kehamilan yang special karena dinanti lama (6 tahun pernikahan baru dikaruniai kehamilan) itu pun harus melalui program bantuan (Inseminasi).  Mereka semua khawatir, kalau tidak dijaga dengan khusus bisa berakibat kurang baik pada kondisi kehamilan saya.  Kalau bahasa kakak saya, manjakan diri sendiri saja, jangan ngapa-ngapain demi si baby.

Saya?  Tentu saja saya memikirkan hal tersebut, tentu saja saya khawatir dan takut.  Makannya sampai kepikirian.  Tapi...mau bagaimana?  Tidak ada pembantu di rumah mama, tidak mungkin kan saya berleha-leha bak putri Raja.  Membiarkan mama mengerjakan semuanya sendiri saja hati ini rasanya sembilu, mana lah tega.  Jika sedang ada suami datang ke Jakarta sih kebantu banget dia bisa mengerjakan hal-hal menyangkut kebersihan rumah luar dan dalam.  Tapi begitu dia kembali ke daerah tugasnya, kembali lah awan hitam.

Saya hanya berdoa sama Allah Ta'ala minta diberikan kekuatan dan kemudahakan dalam membantu mama selama mengerjakan pekerjaan rumah tangga.  Bismillah saja, insyaa Allah bisa, sesuai kesanggupan saya saja dan sesuai kemampuan ibu hamil pada umumnya.  Apalagi saya baru memasuki usia kandungan 7 bulan, katanya masuk pada usia rawan.  Jadi disarankan menghindari aktifitas yang bisa membuat stres dan lelah berlebihan.  Solusinya saya lakukan saja hal-hal yang tidak terlalu berat dan tidak mengganggu kemampuan fisik berlebihan.  Mencuci piring, menempatkannya kembali dari rak piring cuci ke tempat penyimpanan (melihat ini saja kakak saya sudah protes, kasihan beban kerja ibu ke janinn katanya,s aya cuma nyengir), menyapu rumah (itu pun hanya lantai bawah), menyetrika (ini juga tidak tiap hari).  Urusan dapur paling saya bantu kupas bawang atau aduk-aduk masakan di wajan hehehehe...

Ternyata hal remeh temeh itu saja melelahkan lho bagi ibu hamil.  Alhasil, sebentar-sebentar saya masuk kamar, meluruskan badan, selonjoran kaki walau ujung-ujungnya ketiduran.  Maklum lah namanya juga ibu hamil, mudah sekali pelor alias nempel langsung molor.  Xixixixixi....Setidaknya membantu membuat tubuh fresh lagi.  Syukur, Alhamdulillah, kondisi kehamilan saya tidak terlalu terganggu.

Sekarang tinggal berharap si Mbak kembali sesuai janjinya, libur hanya satu bulan, Aamiin.  Cepat kembali ya Mbak!

Wassalam
JeungRirie


Sensitifnya Ibu Hamil

Wanita hamil itu senitifitasnya tinggi!
Sangking tingginya, apa-apa dipikirin, apa-apa di masukkan ke dalam hati.  Katanya sih itu pengaruh hormon ibu hamil.

Begitu pun saya, rasanya selama hamil menjadi makin sensitif, melow mudah banget enyuh terenyuh, mudah sekali merasa sedih.  Paling standard tuh kalau di cemberutin orang yang dikenal, bisa terus kepikiran seharian, bahkan sampai kebawa mimpi.  Mikirin, kenapa begini mengapa begitu.  Padahal belum tentu saya yang dituju orang lain itu.  Hehehe...namanya juga miss sensi on pregnancy.

Kalau sensi lagi melanda, buru-buru deh menyendiri (bukan apa-apa, biasanya berakhir dengan air mata), banyakin istigfar, 'ngadu ke Allah sambil sesenggukan.  Lebay sih...tapi it works banget.  Daripada menumpahkan kekesalan ke media yang nggak tentu sementara masalah kekesalan atau kesensitifian nggak jelas kadang hanya karena efek hormon ibu hamil doang.

Wassalam
JeungRirie


Monday, August 11, 2014

Ibu Rumah Tangga dan Ibu Bekerja

Saya tergelitik menuliskan ini karena tulisan seorang teman di statusnya di facebook.  Kurang lebih isinya begini :

"Sudah nggak zaman istri cuma membabu di rumah, meski ibu rumah tangga harus bisa cari uang sendiri, yuk gabung bersama saya di MLM ********".  Saya sensor MLM sebab bukan perihal MLM-nya yang jadi fokus saya.

Perhatian saya adalah perihal MEMBABU.  Apakah sehina itu tugas seorang ibu rumah tangga murni dimata orang-orang zaman sekarang?  Bukankah menjadi ibu rumah tangga murni itu tugas yang tidak mudah.  Ingat!  Dalam Islam tidak ada kewajiban istri mencari nafkah dan jangan samakan posisi mereka seakan sama dengan pembantu rumah tangga.

Saya juga tidak mendiskreditkan asisten rumah tangga alias pembantu, tapi JELAS profesi IBU RUMAH TANGGA TULEN dengan ASISTEN RUMAH TANGGA adalah dua hal yang berbeda.  Ibu rumah tangga murni itu tugas mulia setiap wanita menikah yang tidak akan bisa terbayar dengan nilai berapapun selain mengharap pahala dari Allah ta'ala.  Kalau asisten RT jelas mereka digaji untuk menjadi pembantu rumah tangga, tidak digaji ya mana mau mereka mengurus rumah kita apalagi anak-anak kita.

Lalu, bukan berarti kemudian seorang istri atau ibu yang tidak bekerja, murni menjalankan tugasnya sebagai ibu rumah tangga yang mengurus suami, anak-anak dan rumah tangga kemudian sama saja dengan membabu!  Sekali lagi, ibu rumah tangga murni itu tugas bahkan perintah dari Allah untuk memuliakan seorang wanita, bukan tugas yang mudah, tak terbayarkan!  Jadi...PLEASE!  Meski pekerjaan mereka keseluruhan mengurusi rumah tangga jangan lantas disamakan dengan babu!

Tapi...yang ibu rumah tangga murni juga jangan lantas menghina dina ibu rumah tangga yang juga bekerja.  Saya meyakini, setiap wanita pasti inginnya mengurus rumah tangga secara total, mendidik anak-anak dan tinggal menikmati hidup.  Soal keuangan biarlah itu urusan suami.  Tapi..tidak semua istri dan seorang ibu beruntung bisa bergantung hidup dari pendapat suami semata.  Justru hidup yang serba mahal ini lah kadang menuntut ibu juga mau tidak mau turut terjun mengepulkan dapur.  Atau demi mewujudkan kehidupan ekonomi keluarga lebih baik terutama terkait pendidikan anak.  

Memang dalam Islam tidak ada kewajiban wanita bekerja bahkan dengan kondisi zaman yang kacau di dunia perkantoran, ikhtilat antara perempuan dan laki-laki yang sulit dibendung, Ulama menyarankan wanita tidak bekerja kantoran.    Namun...sekali lagi coba mengertilah keadaan rumah tangga orang lain yang tidak seindah cinderella menikahi pangeran kaya raya.  Soal perempuan bekerja demi obsesi diri berkarir, itu soal lain, saya tidak mau bahas disini.

Jadi...jangan remehkan ibu rumah tangga murni dan juga hargai ibu yang harus bekerja.
Sekali lagi, pastilah namanya manusia ingin yang enak, bisa mengurus rumah tangga secara total, sisa waktu bisa digunakan untuk menambah wawasan/berilmu, bersosialisasi dengan teman-teman, beraktifitas sosial, dsbnya.  Uang?  Tinggal menungggu kucuran uang yang cukup, syukur-syukur berlebih dari kerja keras suami.
Setuju?

Wassalam
Jeungririe

Fenomenal Jilboobs

Astagfirullah!
Begitu kata terucap pertama kalinya saat saya membaca artikel yang sedang banyak dibicarakan terutama di media sosial, perihal "JILBOOBS".

Buat yang belum tau, Jilboobs itu (khonon) gabungan dari Jil=Jilbab dan Boobs=dada.  Secara keseluruhan artinya adalah wanita menggunakan kerudung namun dengan pakaian ketat hingga siluet dadanya terlihat jelas.

Kembali pada ekspresi istigfar saya di atas, bagaimana saya tidak terkejut sebab dalam artikel yang saya baca tersebut menampilkan contoh foto-foto wanita ber-jilboobs tersebut.  Buat saya itu sama saja melecehkan perempuan, muslimah khususnya.  Judulnya menutup aurat tapi kok terkesan fulgar.

Para muslimah yang sudah menutup aurat secara syar'i langsung "teriak", nah itu bukan jilbab bukan menutup aurat secara syar'i atau tidak sesuai syariat Islam.  Ada juga yang kelompok yang menjadikan fenomena ini pembelaan diri, "mendingan gue belum pake' kerudung tapi nggak se-seksi itu".  Sementara yang tergolong kelompok tersindir alias berkerudung tapi baju masih ketat merekenteteng membela diri, "Semua kan butuh proses, sudah bagus saya pake' jilbab daripada tidak sama sekali!'.

Saya, secara pribadi SETUJU, menutup aurat harus lah sesuai yang disyariatkan Islam, tidak ketat (longgar), tidak tipis (menerawang), kerudung panjang minimal menutup dada, tidak berlebihan (tabarruj) dan beberapa syarat lainnya.  Meski saya sendiri masih jauh dari kesempurnaan muslimah secara kaffah (read; keseluruhan) which is saya sendiri juga berproses waktu demi waktu untuk sampai pada tahap hingga seperti saat ini.

So...sehubungan dengan fenomena jilboobs ini kesimpulan saya dan saran saya untuk kita para muslimah :

- Terima lah penilaian orang soal jilboobs ini dengan hati yang legowo, jadikan hal ini sebagai teguran, kritikan guna kita memperbaiki diri lebih baik lagi bahkan lebih menuju ke sisi yang lebih benar.  Karena pada kenyataannya memang masih banyak para muslimah yang sudah berusaha menutup aurat tapi melupakan beberapa sisi, sudah berkerudung tapi pakaian masih ketat, dsb-nya.

- Meski kenyataannya memang ada muslimah-muslimah berkerudung tapi berpenampilan seksi, berfikiriran positiflah, siapa tahu memang "mereka" tidak atau belum tahu bagaimana berpenampilan sesuai syariat Islam.  Artinya, kewajiban kita menginformasikannya tapi dengan cara yang baik dan santun.  Melalui media sosial ini salah satu caranya, bisa dengan rutin share artikel perihal hijab yang syar'i.

- Kritikan jilboobs ini secara materi ada benarnya, tapi jangan lantas kita ikut menyebarkan tanpa menyaringnya terlebih dahulu.  Artikel yang saya pernah baca, artikel jilboobs tersebut (saya lupa blog siapa) menampilkan contoh Jilboobs dengan fulgarnya which is sama saja menyebarkan aib sesama saudara muslim.  Sebab kita menyebarkan aurat juga lho itu, apalagi kalau ada foto yang wajahnya tidak diburamkan.  Kasihan kan kalau dia saudara, sahabat atau keluarga kita sendiri, atau jangan-jangan foto kita sendiri.  Na'udzubuillahi minzalik!

- Hargai proses perubahan saudara-saudara muslimah kita yang tidak bisa serta merta langsung secara sempurna.  Saya yakin setiap orang butuh waktu dan proses.  Ada yang prosesnya cepat ada yang butuh waktu lamaaaa.  Ingat!  Tidak ada paksaan dalam beragama dalam Islam.  Tugas kita adalah syiar dan doa, soal hidayah biar-lah itu menjadi hak Allah azza wajalla.

Kesimpulannya, teruslah membuka diri terhadap perihal yang BENAR apakah sudah sesuai yang disyariatkan dalam Islam.  Tidak bisa menjalankan perintah secara sempurna SEKARANG, teruslah berdoa meminta pada Allah agar hati kita dibukakan secepatnya agar ada peningkatan dalam setiap kata yang disebut PROSES.  Meskipun saudara kita belum bisa berubah, tetaplah saling menghargai dan mencintai karena Allah Ta'ala.  Tetap saling santun bertutur sapa, tetap menjaga ukhuwah persaudaraan.  Indah bukan?  Wallahu'alam.

Wassalam
JeungRirie