Thursday, May 24, 2012

Meratapi Sedih? Capek Deh!


A            : “Siapa yang melarang?”
B            : “Tadi kau bilang jangan terus menerus bersedih?”
A            : “Ya, aku bilang jangan terus menerus!”
B            : “Sama aja! Lalu salah orang bersedih?”
A            : “Lantas, apa untungnya ka uterus meratapi kesedihan? Apa akan membalik keadaan menjadi  
                 lebih baik?”
B            : “Ya, hatiku lebih nyaman setelahnya?”
A            : “Lalu, jika kau ingat lagi akan masalahmu, apa lantas kau juga akan kembali meratapinya?”,             
                 “Terus kapan cari solusinya? kapan bahagianya jika terus meratap?”


            Tidak awam ya dengan percakapan diatas? Kita pun kadang berada dalam posisi si A. Maklum-lah, namanya orang kalau sedang ditimpa masalah, pasti bersedih, bahkan bisa sampai diiringi air mata.

            Hanya saja, kita sering kali terjebak dengan suasana duka berlarut.  Masalahnya hanya ‘dipikirkan’, jadi ujungnya ya hanya meratapi, gundah, galau, pokoknya kalau diingat bawaannya kesal dan ingin nangis terus.  Kalau sudah begitu, raut ceria jauh dari wajah, nggak bisa ditipu deh wajah orang yang lagi dalam masalah, meski senyum manis tetap nggak bisa bohong, ya nggak?
Terburuk bisa berakibat pada tingkat emosi.  Orang yang sedang dalam masalah biasanya cenderung lebih emosional, sensitive.  Parahnya seringkali orang terdekat atau yang sehari-hari ditemui jadi ‘korban’ emosional kita, kesiankan?

            Lantas, apa kita mau terus menerus terjebak dalam situasi tersebut?  Padahal yang rugi siapa kalau bukan diri kita sendiri?  Ini BUKAN teori semata, tapi buktikanlah sendiri, bahwa hanya meratapi diri dalam masalah, kita sendirilah yang paling rugi.  Kita BISA kok mengendalikan perasaan itu, untuk siapa lagi kalau bukan diri kita, tentu juga untuk orang sekeliling kita.

            Banyak cara keluar dari ratapan kesedihan, intinya jangan terjebak.  Sudahlah perasaan kita “dikuasainya”, terus bahagianya jadi ketunda deh.  Masih ngga mau bahagia? Ogah kan?

Lagipula, bukankah dalam hidup suka dan duka selalu datang silih berganti.  Jadi bisa saja hari ini kita dapat masalah, insya Allah besok-besok berita suka runtun datang, begitu juga sebaliknya.  Jadi mau nangis kayak apa juga karena cobaan, capek-capekin diri aja, besok-besok juga kita masih akan diuji dalam bentuk yang lain lagi.  Bukankah ujian yang membuat kita kuat?

Dan hidup harus tetap berjalankan?
Ingat, kita ngga hidup sendiri, kita bersosialisasi.  Kasian juga orang cuma dapat senyum kecut kita.  Now, tersenyumlah, katakana pada ‘masalah’ kita, “HEY PROBLEM I DON’T AFFRAID OF U, I HAVE GOD ALWAYS HELP ME!

Wassalam
Jeung RIe

Monday, May 21, 2012

Hamba-Nya yang paling Beruntung



Bila kau berkaca pada manusia, maka kau takkan pernah puas
Namun bila kau bertumpu pada yang Maha Kuasa,
Niscaya tak akan sanggup kau menghitung nikmat-Nya
Meski dalam titik nadir terendah sekalipun sesungguhnya begitu banyak karunia-Nya
Sesekali perlu melihat ke atas untuk memecut dan memotivasi diri
Namun jangan pernah lengah dengan apa yang ada dibawahmu,
Karena sesungguhnya disanalah letak dasar syukur
Sedangkan saat terbang sering kali pongah karena ketinggian itu jauh dari pijakan
Sering kali kita lupa pada daratan bila tak berpijak bukan?
Saat ini mungkin saja kau terseok saat berjalan
Saat ini mungkin saja kau berduka karena sakit hati
Saat ini mungkin saja marah, kesal, sedih, hancur… Manusiawi!
Namun…jangan lupa dibalik luka nestapamu,
Coba kau tengok pilar-pilar lain keberuntunganmu
Meski itu hanya tarikan nafas, atau...
Melihat tanpa berbayang, JELAS dengan kedua matamu
Itu baru 2 hal dibalik hal lain yang tak terhitung, bukankah kau masih jauh lebih beruntung?
Sesungguhnya apa yang kau alami bukanlah apa-apa, masih ada yang lebih terhunus darimu
Semua itu hanya seonggok ujian yang dijanjikan-Nya mampu akan kau jalani
Hanya puzzle kehidupan yang tak melulu lengkap
Tapi seharusnya tak mengurangi rasa bersyukurmu,
karena toh rizki-Nya tak pernah berkurang untukmu
Maka…tetaplah melangkah, berjalan kalau perlu berlari
Namun tetap dalam kendali, jaga pedal, gas dan rem
Agar tetap dapat mengarungi hidup di jalan-Nya dengan kebahagiaan

Sedih tak selamanya suram, dan kesenangan tak melulu membahagiakan
Karena kebahagiaan itu sejatinya sudah ditanganmu dengan tetap INGAT dan BERSYUKUR pada NYA!
Jika sampai detik ini kau masih mampu bernafas, lalu mengapa masih meragukan karunia-Nya?
No matter what, tetap terus menuju ke atas, sesekali turun kebawah lalu kendalikan!
The last, let ALLAH does the rest! Walluhu’alam. Happy MONDAY all!
Wassalam
Jeung Rie 

Sudah Sholat Belum?



Hari ini seorang teman mengirimkan pesan melalui blackberry messenger saya.  Tepatnya sebuah  pertanyaan yang susah-susah gampang menjawabnya.

"Kakak, gimana ya caranya supaya nggak malas sholat. Begitu mau sholat, eh maleeees banget rasanya!". JLEB!!!

Sempat syok sesaat membacanya.  Sempat agak bingung juga.  Masalahnya, ini seharusnya bukan pertanyaan lagi soal BAGAIMANA untuk kita-kita yang sudah tergolong dewasa.

Jika dikembalikan pada statusnya yang WAJIB, harusnya kita nggak ada alasan lagi untuk TIDAK melakukan yah? Tapi yang namanya manusia biasa yang memang kerap mudah tergoda syetan, suka cari-cari alasan untuk TIDAK melakukannya, masya Allah.

Mungkin pertanyaannya harusnya diganti,
"Bagaimana caranya menolak godaan syetan?".  Ini sih 'mudah' jawabnya : SHOLAT.
Nah kalau sholat saja sudah jadi masalah, bagaimana membentengi dirinya dong?

Well...tapi hidup adalah proses demi proses.  Dari yang nggak tahu jadi tahu, dari yang nggak pernah sholat, jadi mulai sholat meski  masih bolong-bolong.  Eh lama-lama selalu sholat 5 waktu.  Terus makin belajar, makin tahu yang sunnah juga PERLU, ditambah rawatibnya, tahajudnya, witirnya.  HEBRING nih yang begini! Nggak serta merta tapi berproses.  Tapi juga jangan berlindung di balik kata 'PROSES'. Kita juga jangan mau cuma stuck di proses yang itu-itu aja, kudu ada perkembangan dong! Seperti contoh diatas.

Masalahnya, kita-kita yang sudah sadar diri untuk sholat saja, kadang-kadang masih kesenggol setan, apalagi yang belum a.k.a masih malas? hayo ngaku!.

Balik ke laptop (Tukul banget sih!). :D
Saya langsung mutar otak bagaimana menjawab pertanyaan teman saya itu yang dari segi usia sebenarnya nggak jauh berbeda dengan saya. Saya agak menghindari jawaban yang terlalu 'keras', karena tipikal yang masih awam (seperti saya juga), kalau dikasihi tahu HITAM ITU HITAM, PUTIH ITU PUTIH, agak kurang mempan, malah mental a.k.a nggak ngaruh cyiiiin.  Tapiiii...saya mikir lagi, kok nanti takutk]nya malah jadi nggak jujur dong yah?

Akhirnya saya jawab begini deh :

Kalau ekstrem-nya sih "Ih  belum tentu besok gue masih hidup yah! Masa' mati dalam keadaanbelum sholat? Yahsud sholat deh!"
kalau jawaban santainya "Yahsud gue sholat deh, siapa tahu kalau gue sholat doa gue dikabulkan, yah siapa tau!".

Sebenarnya saya menekankan pada jawaban pertama, semoga saja dia 'ngeh.  Habis kalau dijawab "SHOLAT KAN WAJIB!", anak SD juga tau, apalagi kita yang sudah berumur gini, jadi bukan itu jawaban yang ditujukannya.

Saya berani jawab begitu juga karena itu yang saya 'praktekkan'.  Jika godaan menunda waktu sholat datang, langsung yang ada di otak saya, kalau saya sholatnya nanti-nanti, iya kalau masih ada umur saya, kalau tiba-tiba saya 'dipanggil-Nya'? Na'udubillahi minzalik.  Biasanya secepat kilat saya langsung sholat waktu itu juga.  Makin sadar soal kematian yang mutlak akan datang, lama-lama kita akan terbiasa, jadi kadang nggak perlu diingatkan lagi sama 'alarm' itu, dengan sendirinya akan sadar, "Oh oke, now it's time for sholat!". SETUJU?

Jagian aja sholat, masa' kia kalah?

Wassalam
Jeung Rie

Sunday, May 20, 2012

Bersyukurlah, No Matter What!

Bersyukurlah dalam keadaan apapun.
Meski dalam keadaan duka sekalipun.
Sesungguhnya itu sebagai tanda Allah Subhanallahu Wata'ala menyayangi kita,
memperhatikan kita, mempedulikan kita.

Berdasarkan pengalaman dan apa yang saya cermati, pada umumnya manusia jika berada dalam masalah yang rumit atau merasa dalam cobaan (ringan sampai berat) ujung-ujungnya "lari" ke siapa lagi kalau bukan ke yang Maha Kuasa, Allah Subhanallahu Wata'ala.  Biasanya, semakin diuji, manusia makin kuat berdoa, jadi makin taat, makin berada dijalan-Nya.  Meski nggak selalu sih.

Semakin diuji, manusia semakin belajar dari masalah yang ada, semakin meningkat ilmu dan pengalaman.  Berarti seharusnya menjadi pribadi yang lebih baik lagi.  Maka, seharusnya bukankah kita bersyukur diberikan ujian atau cobaan 'duka' tersebut?

Karena biasanya jika diberikan kebahagiaan terus-menerus (dari kaca mata manusia), biasanya manusia suka lupa diri, atau lupa bersyukur.  Maka...sekali lagi..bersyukurlah bagi kita yang kerap diuji-Nya memalui air mata.  Bukankah memang, semakin tinggi iman seseorang maka semakin tinggi pula ujian yang diberikan?
Bukankah JUARA adalah yang paling bisa melalui semua ujian-ujian yang diberikan?

Seseorang pernah berkata pada saya yang pada suatu waktu membutuhkan motivasi tingkat tinggi dikala galau.:D

SEORANG PEMENANG ADALAH YANG DAPAT MELALUI BERBAGAI MACAM COBAAN DENGAN TETAP BERSYUKUR PADANYA, DALAM KEADAAN APAPUN.

Semenjak itu saya makin tersadar, benar adanya, bahwa pemenang sesungguhnya adalah menerima cobaan dan menghadapinya dengan tetap bersyukur.

Percayalah ada maksud baik ALLAH dibalik segala keputusan-Nya, APAPUN ITU! Insya Alaah. Aamiin.

Wassalam
Jeung Rie

Silaturahim ala Hijaber Pastel

Silaturahim!

I love this word.  Apalagi kalau sub-silaturahimnya sama yang memang sudah lama nggak ketemuan, makin exited deh, karena pasti akan banyak cerita.

Namanya silaturahim merupakan ajang yang pasti banyak manfaatnya, seperti menjaga hubungan baik, saling tukar informasi dan sebagainya.  Makannya saya seringkali bersemangat sama namanya ajang reunian atau kumpul-kumpul, baik itu dengan saudara-saudara maupun teman-teman.

Salah satunya, beberapa hari lalu, saya menghadiri gathering bersama teman-teman salah satu komunitas muslimah yang saya ikuti.  Sebenarnya anggota di BBG (Blackberry Group) ada 30 orang, tapi yang datang 12 orang.  Tapi itu saja sudah "banyak", karena susah banget mengumpulkan muslimah-muslimah yang beraneka macam profesi, pastinya memiliki perbedaan aktifitas dan kekosongan waktu juga.  Jadi sudah bisa melangsungkan pertemuan "dadakan" tapi lumayan rae itu juga sudah bagus.

Mengusung tema busana 'Down to earth', anggota Hijaber Pastel (Begitu kami menyebut komunitas ini) tampil cantik dengan nuansa rata-rata dengan warna coklat, hitam dan tosca.

Akhirnya kami berkumpul di The Nanny's pavilion-nya Pacific Place dan dilanjutkan di Coffee world dari pukul 11 hingga 4 sore.  Positifnya kami nggak "sekedar" kongkow, haha hihi, tapi tentu kami isi dengan beberapa hal positif.  Mulai dari saling tukar informasi (paling sering informasi dunia fashion muslimah dong ;) ), curhat si single-single yang sudah kepengen nikah, sampe bahas Syiah VS Sunny, wuidih rada berat yah?:D
Tentunya, kami tidak melewatkan waktu sholat, "Alhamdulillah Yah", kalau kata Syahrini :D.

Intinya, silaturahim adalah salah satu kewajiban umat Islam, dan sesuai hadist bahwa bagi yang suka bersilaturahim makan akan dilapangkan rizkinya.  No wonder, saya jadi makin gemar bersilaturahim.

Nabi Muhammad Sallallahu Alaihiwassalam bersabda: "Barang siapa yang suka bila Allah membentangluaskan rizki dan memanjangkan umurnya, maka bersilaturahimlah" (HR Bukhari).

Ini dia gambaran kehebohan kami yang nggak bisa melewatkan sesi foto-foto.












Wassalam
Jeung Rie



Monday, May 14, 2012

Hidup adalah PROSES

Hidup itu adalah proses pembelajaran!

Setuju dengan ungkapan diatas?
Bukan, itu bukan quote ciptaan saya, pure ngutip :D.  Well, saya menyukai petikan-petikan khususnya yang berbau motivasi, pembangun jiwa dan sejenisnya.  Dan quote di atas salah satunya.

Semua juga tahu bahwa kehidupan memang hanyalah sebuah tempat persinggahan, dimana tujuan akhirnya adalah sebuah alam baru, bisa surga bisa jadi neraka, Na'udzubillahi minzalik.  Tentunya kita harus melewati yang namanya alam barzah dulu dimana tempat diperhitungkannya amalan selama dunia, selama berproses menuju akhirat tadi, baru ketok palu masuk surga atau neraka.

Melalui tulisan kali ini, saya nggak membahas detail tentang bagaimana supaya masuk surga dan tidak ke neraka.  Duh ilmu saya belum sampai kesana.  Saya hanya akan sedikit membahas tentang salah satu step menuju ke akhirat tadi, yaitu kehidupan sebagai bentuk proses.

Saya yakin, jika ditanya hati terdalam, siapapun akan menjawab SURGA tempat tinggal akhir.  Semua juga pasti tahu bahwa surga tempatnya orang-orang yang beramal baik dan diridhoi Allah SWT akan amalannya selama hidup di dunia.  Masalahnya, setan yang dibiarkan-Nya melanglang buana menggoda manusia kerap kali sukses mengajak kita ke arah "kiri", hingga amalan-amalan baik juga sering terabaikan.

Tapi...hidup adalah proses bukan? Untuk menjadi baik sejatinya juga tidak serta merta langsung jadi cespleng.  Bukankah kesempurnaan hanya milik-Nya?  Hanya saja....manusia punya kewajiban untuk berusaha menjalani kehidupan lebih baik dari waktu ke waktu.  Dan saya termasuk yang percaya, segala sesuatu butuh proses.  Proses ke arah yang semakin baik tentunya, bukan kebalikannya, menurun.

Menjadi lebih baik tentu juga tidak mudah, seperti yang kita bahas diatas, butuh proses.  Saya pribadi, Alhamdulillah merasa sangat bersyukur diberikan nikmat sekaligus cobaan-cobaan (tentunya nggak mudah), yang justru menempa saya untuk menjadi manusia yang sadar akan proses kehidupan berusaha ke arah lebih baik lagi.

Jujur, saya masih punya buanyaaaaak kekurangan, tapi saya berpatri harus terus berusaha lebih baik dan lebih baik dari hari ke hari.  Khususnya dalam hal hablumminallah, modal ke akhirat kan?

Misalnya dari segi penampilan.  Meski dari duluuuu dikelilingi lingkungan yang Islami, tapi saya termasuk telat menutup aurat khususnya berjilbab.  Padahal mama, kakak-kakak, sepupu-sepupu bahkan teman satu kamar saat masih kost zaman kuliah dulu adalah muslimah berjilbab.  Saya? Hehehe...hanya tergerak di hati.

"Nantilah, hati saya dulu aja di jilbab-kan", *JLEB! (padahal saya sendiri nggak tahu kayak apa tuh JILBAB HATI :p

Namun itulah hidup...PROSES (kesebut terus yah?).  Hari berganti bulan, berganti tahun, saya akhirnya tersadarkan diri untuk mulai menutup rambut ini.  Tapi juga nggak serta merta berpenampilan ala muslimah semestinya.
Kalau saya gaya sekarang, menyebut masih ala hijabers masa kini.  Iya, pernah juga tuh saya mengalaminya, meski berjilbab, tapi celana masih ketat mereketengteng :D. Lekukan pinggang masih nuampak jelas, belum lagi jilbab dililit-lilit di leher, pokoknya bagaimana caranya jilbab jangan sampai mengganggu fashion.  Padahal, sudah mulai tahu GIMANA SIH SEHARUSNYA BERPENAMPILAN ala MUSLIMAH SEJATI.  Tapi...masih sebodo! NAKAL!*malunutupmuka

Hidup adalah proses...ya meski masih belum totally muslimah, Alhamdulillah, berjalannya waktu, terus ada peningkatan, ke arah lebih baik tentunya.  Makin mengaji, makin nambah wawasan, nambah ilmu dan...amalan juga harus nambah dong! Alhasil, dari sisi penampilan juga mulai makin berubah, mulai meninggalkan yang ketat-ketat, baju mulai serba longgar, jilbab juga sudah menutup hingga ke dada.

Hidup adalah proses...ya semakin belajar, harusnya manusia berubah semakin baik, meski masih ada juga yang ndablek, tutup kuping.  Saya nggak mau jadi hamba yang ndablek, meski nggak langsung totally, tapi berproses tadi.

Sekarang, Insya Allah saya terus mencoba semakin istiqomah khususnya dalam berpenampilan (Tapi jujur nggak mudah lho). Bismillah, mulai meninggalkan celana, kalaupun masih pakai celana sebagai bawahan tapi yang super lebar yang satu kakinya bisa dipakai 2 orang.  Itu pun dipakai untuk situasi yang membutuhkan mobilitas tinggi, selebihnya saya usahakan bergamis.  Kalau-pun masih pakai rok, saya usahakan atasannya yang super longgar, menutupi lekuk pinggang.

Jilbabnya? Harus yang syar'i juga dong.  Minimal panjang menutupi sampai sebatas bawah dada. Sekarang sudah mulai melebihi bawah dada.  Gaya hijabers, lilat-lilit sana sudah mulai ditinggalkan, meski sesekali masih untuk kepentingan pesta, itu pun masih saya syaratkan KUDU NUTUPI DADA.

Ya, belum sesempurna muslimah sejatinya, tapi saya akan terus berusaha, hingga bisa 100% as muslimah. Aamiin.

Saya punya satu misi dan harapan besar terhadap muslimah, pada diri saya sendiri dan seluruh muslimah pada umumnya.  Turut berperan men-sosialisasikan tampilan muslimah seharusnya namun tetap berprestasi dan memiliki eksistensi dan peran di masyarakat.  Sehingga muslimah tidak lagi dipandang sebelah mata, dan tentunya semakn banyak yang berproses ke arah lebih baik tadi.

Kunci dan strateginya sendiri masih di awang-awang, minimal niat ini sudah dicatat Malaikat dan insya Allah di ridhoi Allah SWT, Aamiin.

Kesimpulannya nih, ternyata benar bahwa hidup memang sebuah proses.  Jika ingin akhiran baik (maunya sih syurga nih), berproseslah ke arah yang semakin baik.  Bukan hanya duniawi tapi justru prioritas akhirati (Habblumminallah).  Jika habblumminallah terasah makin baik, insyaAllah nyiprat ke hablumminannas, Walluhu'alam. At least for me, my self.

Wassalam
Jeung Ririe Bachtiar

Tentang Kehamilan



Setiap kali mendengar berita tentang kehamilan seseorang, tiap kali itu pula hati ini berdesir kencang.  Air mata hampir selalu sukses  berlinang.  Apalagi kali ini bertubi-tubi.  Kakak saya nomor dua baru saja dinyatakan hamil anak ketiga.  Sepupu kandung dari pihak mama baru melahirkan 4 bulanan yang lalu eh sudah hamil lagi.  Dan dua berita kehamilan terbaru, yang satu masih saudara dekat notabene baru menikah November tahun lalu baru saja dinyatakan positif hamil, dan yang satu lagi juga masih sepupu saya, baru menikah banget bulan Maret lalu eng eing eng…sudah hamil juga. *sigh!

Tentu saya bahagia mendengar berita bahagia, tapi sebagai manusia biasa saya juga kadang tak mampu menahan rasa sedih dan ‘cemburu’ pada keindahan yang dinantikan perempuan manapun yang telah menikah.  Sedih dan cemburu karena di usia pernikahan saya yang menginjak ke 4 tahun, belum juga dikaruniai kehamilan.
“Wuah enak banget ya, si A baru nikah sudah hamil”,
“Mudahnya rizkinya si B, baru melahirkan sudah hamil lagi’,
Dan kalimat-kalimat ‘cemburu’ lainnya.

Saya ‘boleh’ saja cemburu, tapi saya tak mau terlena.  Meneruskan rasa cemburu, lama-lama bisa menimbulkan pertanyaan, “Ya Allah, kok saya susah banget sih? Kok ujian saya dalam bentuk susah hamil? Kok orang lain enak dan mudah banget?”.  Ujung-ujungnya saya malah seakan menyudutkan Allah, menyalahkan-Nya.  ASTAGFIRULLAH! Saya nggak mau suudzon sama yang MAHA KUASA, PENENTU segala sesuatu, bukankah ALLAH yang Maha Tahu apa yang terbaik bagi hamba-Nya. (Ini kemudian menjadi pegangan saya ketika saya galau sugalau :D.

Insya Allah…saya selalu mencoba mengontrol perasaan ini, toh belumnya saya dan suami dikaruniai anak bukanlah suatu dosa, toh kami tidak sengaja menunda, lalu mengapa harus terpuruk dalam kesedihan?  Mungkin menurut ALLAH kami belum masanya menikmati rizqi dari sosok anak, masih disuruh menikmati rizqi dalam bentuk lain.  Rizki kan memang tak melulu dalam bentuk hamil dan anak. Alhamdulillah kami masih terus dikaruniai rizki-rizki lainnya yang sudah pasti harus disyukuri.

Saya dan suami sepenuhnya menyadari bahwa soal kehamilan & anak adalah AMANAH dari yang Maha kuasa, ALLAH SUBHANALAAHU WATA’ALA.   Maka sembari menunggu kapan masa itu datang, kami jadikan masa-masa penantian yang sebentar ataupun lama sekalipun, sebagai masa persiapan menerima amanah itu suatu saat nanti.

Alhamdulillah, saya memiliki SUAMI dan KELUARGA yang SUPER.  Mereka selalu mendukung dalam keadaan apapun, sehingga saya tak merasa sendiri.  Mereka semua selalu menguatkan hati saya.  Ketika air mata menitik, suami selalu menyeka penuh kelembumbatan.  Saat galau mendarat, mama dan papa selalu memeluk mesra.  Bila hati bertaut pilu saudara-saudara saya selalu menyeka air mata ini.  Dukungan melalui kata-kata nan lembut, sentuhan nan hangat, perhatian yang penuh, membuat saya tak merasakan kekurangan nikmat-Nya.  Lalu…kenapa harus berduka berlama-lama?

Satu hal lagi yang paling menguatkan saya adalah kesadaran saya atas Sang Maha Kuasa.  Ya, saya harus tetap istiqomah pada sikap chusnudzon dan rasa bersyukur.  Berbaik sangka bahwa Allah punya tujuan baik di segala takdir-Nya dan tetap penuh syukur atas segala kehendak-Nya, apapun bentuknya.  Kami hanya bisa ikhlas dan berharap siapa tahu dengan semakin ikhlas, doa-doa kami akan kehadiran anak diijabah suatu saat nanti, Aamiin.

Sekarang, mari tetap BERSYUKUR dengan apa yang telah dan sedang diberi-Nya.  Perkara yang belum dikirimnya, sabar saja, insya Allah someday atau something better, itu janji-Nya. Insya Allah! *smile

MEMURAHKAN & MEMUDAHKAN MAAF


MEMURAHKAN MAAF

Apa hal yang termasuk paling sulit di dunia ini? Ujian sekolah? Ah kalau belajar sungguh-sungguh, insya Allah nggak sulit, minimal ada bagian pelajaran yang menjadi bagian dari pertanyaan.
Lalu apa? Keliling dunia? Meski nggak punya uang sendiri sebagai modal, asal usaha keras, bisa kok melalui bea siswa, minimal masih ada peluang deh. Trus apaan dong? Hayo apa?

MAAF! Baik itu meminta maaf ataupun memberi maaf.  Sulit kan?

Setidaknya itu yang saya rasakan berdasarkan pengalaman saya, sebagai mahluk yang dinamakan manusia, kita seringkali meninggikan gengsi hingga merasa sulit sekali mengucapkan maaf.  Apalagi jika kita “merasanya” kita yang benar.  Dan benar saja, mengutarakan kata maaf lebih dahulu adalah sulitnya bukan main.  Ada ego yang besar yang dinamakan rasa gengsi,
“Ih kan gue nggak salah”, atau
“Meski gue salah, tapi kan dia yang duluan nyakiti hati ini!” (Jiyyee lebay bener). 
Hayo, merasa kesindir yah? Hwuhehehe..tenang aja, ini masih sering terjadi pada diri saya juga kok.

Sebelum bicara soal MAAF, biasanya didahului karena adanya konflik, mau itu konflik kecil atau besar, dan biasanya konflik menyisakan rasa yang namanya TIDAK NYAMAN.  Apalagi jika kita berkonflik dengan orang yang kita temui dalam keseharian, misal dengan orang tua, sahabat, teman kerja atau pasangan.  Duh nggak enak banget deh! Iya kan? Dan jika ditanya hati nurani terdalam (kalau punya hati lho), saya rasa nggak ada orang yang suka hidup dalam konflik, nggak lempeng gitu rasanya menjalani hidup.  Saya jika sedang berkonflik, ada rasa serba salah, suka kepikiran, ujung-ujungnya mengganggu aktifitas keseharian.  Pastinya ingin mengakhiri konflik dan berbaik-baik kembali.  Jika masalahnya “ringan” sih mungkin nggak membutuhkan waktu lama, hubungan konflik akan baik dengan sendirinya.  Masalahnya jika konflik yang terjadi justru masalah yang “berat” atau sangat menyinggung salah satu pihak, tanpa ada kata maaf biasanya hanya berujung dendam atau luka tiada obat, saling bermusuhan, tiada sapa, saling curiga, duh yang ada dosa satu sama lain. Mau salah ataupun benar saat berkasus, tetap aja sama-sama doa pada akhirnya.

Sebagai manusia biasa, tentu saya juga pernah atau masih sering berbuat salah, berkata dan berlaku yang kadang kurang atau tidak berkenan di hati orang di sekeliling saya, baik sadar ataupun tidak sadar. (“GUE JUGA MANUSIA” *SING!).  Nah sudah barang tentu meskipun sebagai orang yang sedang berproses ingin menuju sosok yang lebih baik, tentu saja saya masih tak luput dari hal-hal yang berhubungan dengan konflik.  Dan seperti orang-orang pada umumnya, konflik sering terjadi justru dengan orang-orang terdekat kita.

Kembali ke laptop (Duh Tukul banget sih!).  Ceritanya suatu hari untuk kesekian kalinya saya berkonflik dengan salah satu orang terdekat saya.  Dan untuk kesekian kalinya pula saya merasa sayalah yang benar, dan saya yakin dia juga merasakan hal yang sama, pasti dia juga merasa dia yang benar (berarti kami sama-sama manusia biasa yah? Hwuhehehe).  Dan benar saja lho, efek dari konflik itu sungguh tidak mengenakkan; komunikasi terputus, dan terburuk adalah hati jadi galau (*SUMPEH KAGAK ENAK).  Dari yang merasa benar, jadi merasa serba salah.  Basically I don’t like being in conflict.  GANGGU BANGET dalam menjalani kegiatan keseharian.
Saat konflik fisik berlalu, kemudian saya masuk dalam tahap berfikir, mengapa bisa begini, kok bisa begitu.  Dari yang awal merasa GUE YANG BENAR, kelamaan kok jadi makin rasa bersalah, jangan-jangan memang saya yang salah.  Sementara setan terus berbisik di telinga kiri,
“Tapi kan dia udah nyakiti perasaan kamu, kamu pantas marah kok!”, tapi ada perang batin juga dari sisi si baik hati,
“Tapi dia begitu kan karena dia sayang sama kamu meski penyampaiannya tidak sesuai yang kamu harapkan, bukankah manusia memiliki berbagai karakter yang tidak bisa kamu paksakan seperti yang kamu minta.  Belum tentu lho yang kamu inginkan itu baik untukmu, siapa tahu caranya memperlakukanmu itu justru yang tepat untukmu, walluhu’alam”, ujar suara hati saya yang lain.
Terus bergejolak dalam hati, bikin makin resah, makin galau, beneran deh nggak enak berkonflik sama orang lain, ngapa-ngapin nggak focus.

Alhasil, dari proses berfikir tersebut, saya makin menyadari, bahwa tidak ada gunanya terus-terusan berkonflik, tidak ada untung sama sekali, yang ada terus merugi, khususnya hubungan silaturahim jadi terputus.  Apalagi ini hanya soal perbedaan sudut pandang, apa pantas demi (sok) gensi dan (sok) harga lantas membiarkan silaturahim tergadai?  Apalagi jika lebih dari 3 hari bermusuhan maka doa besar sudah menanti.  Ohya, satu lagi yang harus jadi pertimbangan kita untuk segera mengakhiri konflik, iya kalau umur kita masih panjang, kalau besok kita meninggal dunia dan masih menyimpan amarah/dendam, bukankah kita membawa tambahan dosa, sementara dosa-dosa yang lalu belum tentu sudah dimaafkan-Nya.  Atau jika ‘lawan’ kita yang lebih dulu pergi meninggalkan kita selamanya, apa kita mau dirudung penyesalan karena belum sempat berbaikan? Na’udzubillahi minzalik! NGGAK MAU!

Atas berbagai alasan tersebutlah serta rasa tak nyaman, “permasalahan” ini harus segera diselesaikan.  Apa solusinya selain saling bermafaan?  Mengingat lebaran masih lama, ya nggak mungkinlah saya menunggu lebaran.  Dan juga mengingat beliau yang saya maksud adalah berusia lebih tua, rasanya naïf sekali kalau saya berharap dia meminta maaf duluan, toh saya sendiri sadar, permasalahan ini bukan soal siapa yang salah atau benar, kembali pada bahasan diatas, soal benar/salah, sejatinya siapa yang paling bisa menilai? HANYA ALLAH SUBAHANALLAHUWATA’ALA bukan?  Maka dari itulah saya memutuskan, konflik ini harus berakhir dengan saya MEMINTA MAAF LEBIH DAHULU! CATAT : MEMINTA MAAF!

Saya CAPSLOCK kata MAAF, bukan pamer atau menekankan pada saya sebagai subjek, duh sombong amat membanggakan diri sebagai si peminta maaf, tapi tidak juga harus merasa malu mentang-mentang minta maaf duluan kemudian saya yang salah.  Sudah tidak penting siapa yang benar/salah, yang penting konflik harus berakhir.  Tapi sebelum mengeksekusi (Ciyyee ekren banget bahasanya) permohonan maaf, tentu ada pergulatan batin, egoisme-egoisme diri masih berperang di dalam batin, makannya soal MAAF adalah hal yang sulit bagi kita si manusia biasa.  Sebagai tombak pembasmi egoisme memang harus kembali pada RIDHO yang MAHA KUASA, mau dapat ridho-Nya apa nggak? Maka, baik itu minta maaf atau memaafkan sudah tidak perlu lagi dipertimbangkan, apalagi dengan orang-orang terdekat kita.  ! WE JUST NEED HIS RIDHO! (Duh apa sih bahasa inggrisnya RIDHO?):P, then JUST DO IT.  Meminta MAAF.

Saya harus siap dengan segala konsekuensi, dan karena niatnya meminta maaf, saya sudah ‘berjanji’ agar tidak memancing konflik berkelanjutan agar saya sungguh-sungguh ikhlas meminta maaf, tidak perlu mempertahankan argumen-argumen kemarin. Sudah, minta maaf ya minta maaf, tidak mencari pembenaran apalagi menghakimi kesalahan seseorang.  Siapa tahu memang saya yang salah, walluhu’alam.

Dan, Allah selalu bersama orang-orang yang sabar dan ikhlas, Alhamdulillah, proses meminta maaf berjalan hikmad (Deuh bahasanyeee).  Melangkahkan kaki, “menemuinya”, mengungkapkan sepatah dua kata begitu ringan.  Apapun reaksinya saya lillahi ta’ala, yang penting saya ikhlas meminta maaf.  At least saya mengalahkan egoisme melawan SYAITONNIRROJIIIIM! ;-)

Nah sekarang mikir deh, lagi berkonflik dengan siapa? Cepetan minta maaf, belum tentu umur kita panjang, siapa tahu kita atau orang-orang yang berkonflik dengan kita dipanggilnya lebih dulu, lalu kita masih terlibat amarah karena konflik? Na’udzubillahi minzalik.

Memintalah HANYA Pada ALLAH



Saat saya menulis kali ini, saya tengah menggantikan posisi kakak saya sementara untuk menjaga anak ketiganya yang masih bayi dikarenakan ibu-nya yang harus pergi mengaji.  Sebenarnya kakak saya berniat membawa Alya-begitu nama bayi yang masih berumur 3,5 bulan itu, tapi saya menawarkan diri untuk menjaganya.  Hehehe..anggaplah belajar kecil-kecilan menjadi ibu (Aamiiiin *ngucap sekecangnya :D).  

Bermodalkan cadangan ASI, saya percaya diri saja menjaga Alya, kebetulan ada neneknya juga yang bantu jaga.  Lagipula kakak saya pergi nggak lama, paling tidak sampai 4 jam untuk kegiatan mengaji mingguan sekaligus menjemput si kakak-anak pertamanya di sekolah.

Menarik dan sebuah tantangan bagi saya mengingat saya belum punya anak sama sekali yang nol pengalaman menjaga bayi, apalagi si bayi ini masih menyusu ASI pula, so exited.  Meski agak sedikit worry, tapi saya justru ingin merasakan keseruan itu, walau cuma beberapa saat, meski sekedar menidurkannya, menepuk-nepuk badan montognya agar kembali terlelap saat tiba-tiba dia terbangun, atau hanya sekedar menatapnya dalam lelap tidurnya.  YA ALLAH, IT IS SO PRECIOUS MOMENT.  Pantaslah semua ibu di dunia manapun selalu mengumandangkan betapa bahagianya menjadi seorang ibu terlebih disaat mengasuh anak yang masih bayi.

 Ada rasa yang susah diungkapkan, pokoknya INDAH!  Saya saja yang bukan ibu kandungnya, begitu menikmati, kadang campur sedikit haru biru, apa saya yang berlebihan yah?  Tapi benar lho, ketika memandangnya khususnya saat dia memejamkan mata, kelihatannya damai sekali.   Apalagi ada momen-momen meski mata tertutup, tapi tiba-tiba ada senyum mengembang (nah lho dia lihat Malaikat yah?:D).  Sekilas terbayang bagi saya suatu nanti saya akan melakukan hal yang sama pada darah daging saya sendiri, Aamiin.  

Entah kapan, itu yang hanya Allah Subahanallahu wata’ala yang tahu.  Tapi saya punya keyakinan, Insya Allah suatu hari nanti mimpi saya dan suami akan terwujud, Aamiin.  ALLAH kan sumber tempat meminta dan kuasa bagi segala kuasa, kenapa harus ragu?

Namun, saya juga tidak mau mendahului-Nya, tetap segala sesuatu kami pasrahkan pada-Nya, apa, kapan, dimana & seperti apa yang terbaik bagi kami.  Kami akan terus berupaya menjadi hamba sebaik-baiknya, berharap doa kami diijabah-Nya, having children. Saat ini, nanti atau ada yang lebih baik dari memiliki anak, Walluhu’alam.

Intinya, dalam hal ini, saya hanya ingin berbagi bahwa terkadang kita memiliki impian & harapan yang belum tercapai.  Sepanjang itu baik (berdasarkan Quran & Hadist), jangan berhenti meminta, kan Allah memang tempat meminta, meskipun kadang rasa-rasanya ada 'permintaan' agak imposible.  Mintalah! meski  kadang kok belum juga terwujud.  Yakinlah bahwa hanya DIA yang mampu menjawab doa-doa kita.  Selanjutnya terus berupaya dan doa tiada henti, serta selalu iringi dengan kepasrahan bin IKHLAS pada-Nya untuk menentukan jawaban terbaik bagi kita.  

Bisa jadi BELIAU akan segera menjawab doa kita sesuai permintaan kita yang mungkin memang baik bagi kita, atau bisa jadi dijawabnya nanti-nanti, kita juga nggak tahu kapan, mungkin BELIAU masih mau lihat usaha kita lebih keras dan cerdas lagi, atau insya Allah akan diganti sesuatu dengan hal yang sesungguhnya lebih baik untuk kita.  ONCE AGAIN, bukankah hanya ALLAH yang tahu yang paling baik bagi hamba-Nya? Seperti firmannya dalam Quran surat Al-Baqoroh ayat 216, yang berarti kurang lebih bahwa sesuatu yang baik menurut kita (manusia) belum tentu selalu baik, bisa jadi justru yang kurang baik menurut kita justru baik bagi kita.  Sesungguhnya Allah maha tahu yang terbaik bagi kita.  Hayo..coba buka deh Quran-nya biar lebih yakin.


Ini lho yang namanya Adek Alya


diisengin tantenya bergaya ala Hijaber :D

 Lagi senyum ber-ungu-an

lagi pake' baju dari tantenya

 Sekarang…saya ingin kembali melanjutkan posisi sebagai “ibu”.  Mumpung Emak kandungnya masih di jalan.  Yuk ah!


Dan ini dia foto-fotonya bersama CUWI (panggilan keponakan-keponakan untuk saya)




Wassalam
Jeung Ririe Bachtiar

Serumpun Bambu Pembuka Blog

Assalammu'alaiku, Wr, WB.

Akhirnya saya memutuskan untuk membuat blog baru setelah berkutat dengan blog ini dan itu.  Iya, sebenarnya saya bukan new comer di dunia per-blog-an, sudah ada lebih dari 1 blog yang saya punya.  Hanya saja, saya merasa memerlukan sebuah blog yang lebih baik, dalam arti harus lebih bermutu dari sisi tulisan, dan juga harus menginspirasi pembacanya.  Hingga tulisan-tulisan saya tidak sekedar bacaan tapi juga ada 'nilai', Aamiin.

Insya Allah, dengan tujuan tersebut, apa yang menjadi karya saya bisa berimbas lebih positif kepada diri saya dan pembaca.  Saya ingin bermanfaat melalui berbagai jalan salah satunya melalui tulisan.  Jika di blog-blog sebelumnya lebih kepada curahan hati dengan sedikit sentuhan nilai-nilai inspirasi, motivasi, maka blog kali ini insya Allah saya selalu berusaha menularkan hal-hal bernuansa positif, motivatif dan inspiratif.

Blog ini murni blog pribadi yang akan menjadi tempat saya 'berkeluh kesah' secara positif.  Tentang diri sendiri, keluarga, teman, lingkungan, dan segala sesuatu dari sudut pandang saya.  Sekali lagi, saya bergarap dapat menjadi bahan pembelajaran setidaknya bagi saya pribadi dan semoga juga bagi pembaca sekalian.  Aamiin.

Ya Allah...ridhoi-lah niat hamba ini, Aamiin Ya Robbal Alamiiin.

This is me


Wassalam
Jeung Ririe Bachtiar